Surat Kepada Luqman

messageinabottle

NB: Ini latepost karya beberapa tahun yang lalu waktu masih single hehehe. Mungkin mulai sekarang saya bakal posting karya yang pernah saya bikin tapi gak semua sih. Hanya yang berkesan saja sampai sekarang, karena proses ppenulisannya atau mungkin karena isi tulisan itu sendiri. Oiya seperti biasa gambar nyaplok dari gugel

Luqman, telah kuterima dan kubaca puisimu dengan untaian kata yang mampu menyihir hatiku menjadi rapuh, serapuh tongkat yang menyebabkan Sulaiman menghembuskan napas terakhirnya akibat termakan rayap. Untung saja aku bukan tongkat, aku masih mampu bertahan dalam kerapuhanku karena setiap bait pada puisi itu tersimpan secuil kehangatan selayak mantel pada musim dingin di Negeri Sakura. Tahukah Luqman, kehangatan itu telah membuaiku ke dalam harapan, padahal begitu takutnya aku memiliki harapan yang nantinya akan membuatku tersayat kembali karena kamu.

Pada pertengahan bait itu, kamu bercerita tentang kita dan lukisan-lukisan malam yang selalu kita tuangkan dengan kuas dan tinta berwarna biru ke dalam lembar kisah yang sempat memudar dulu. Aku terkesima Luqman, ternyata kamu masih menyimpan lukisan pada dua purnama itu bahkan kamu masih mengingatnya. Sayang sekali, aku tak tahu apakah kamu masih ingin kembali melanjutkan torehan tinta lukisan itu dengan warna selain biru atau mungkin kamu tak ingin melanjutkan lagi karena hatiku dan hatimu telah terluka akibat dari pudarnya lembaran kisah pada lukisan itu.

Luqman, dalam puisi itu kamu berkata bahwa sudah tujuh purnama telah kita lewati tanpa melukis lembaran lusuh itu dan kamu memiliki keinginan untuk mengembalikan binar cinta dalam cahaya mataku. Ketahuilah Luqman, tanpa keinginan pun cinta itu masih bercahaya dalam mataku, bahkan masih bersemayam dan tak jua mau pergi dari kotak kaca hatiku. Sebuah cinta yang dalam kotak kaca telah berproses menjadi sebentuk cermin indah untukku melangkah pada putaran roda-roda kehidupanku kelak. Walau indah tapi ketika cermin itu pecah, sungguh Luqman sakit sekali seolah hampir seluruh tubuhku tertusuk pecahan-pecahannya. Dan saat aku tak mampu lagi menahan perihnya goresan tusukan itu, aku hanya bisa mengeluarkan bulir-bulir kaca mencair dari mataku ini. Kamu tidak tahu kan Luqman tentang itu, karena aku tak ingin kamu tahu. Aku hanya ingin bahwa aku baik-baik saja di matamu dan ketika aku kembali melihat kamu tersenyum, maka itulah penawar dahagaku atas goresan pecahan cermin itu.

Aku tahu kamu bukanlah pujangga yang hanya menjejakan kaki sesaat lalu kemudian pergi tanpa bekas seperti mereka. Aku sadar itu Luqman, bahwa kamu tidak pernah benar-benar pergi meninggalkanku tetapi kenapa aku selalu merasa bahwa kamu telah meninggalkan aku. Kenapa Luqman? Apakah kamu sesungguhnya memang benar-benar pergi atau hanya cintamu yang telah pergi meninggalkan bekas dan hanya ragamu saja yang ada di sisiku untuk menyenangkanku dan membuktikan bahwa kamu tidak benar-benar pergi.

Kamu pergi atau aku yang terluka tanpa kepastian bahwa aku benar-benar dicintai olehmu, Luqman. Aku tak tahu mana yang benar dari keduanya itu. Kadang aku berpikir kenapa harus kamu yang menjadi cermin aku untuk melangkah, kenapa harus kamu yang memberikanku terjemahan lagu favoritku First Love hingga akhirnya aku benar-benar seperti ada dalam lagu itu.

Aku akan ingat bagaimana mencintai seperti yang kau ajarkan kepadaku

Aku menemukan kenyamanan layaknya di rumahku sendiri, lebih tepatnya di kamarku sendiri ketika aku ada bersamamu. Hingga waktu sehari pun kurasa terlalu sempit karena kita selalu saja tak pernah kehilangan topik bahasan apapun. Luqman, kamu adalah tempatku pulang ketika aku resah dan kehilangan arah. Sadarkah Luqman, bahwa aku punya alasan mengapa harus kamu dan aku yakin kamu juga tahu apa alasannya. Kuat sekali alasannya.

Namun kamu selalu saja mematahkan alasan itu, kamu selalu saja membiarkanku bersama mereka, mereka yang kamu sebut pujangga lalu pergi begitu saja tanpa jejak. Padahal kamu sendiri sadar bahwa mereka tidak akan pernah bisa senyaman ketika aku bersamamu. Kenapa kamu bilang padaku bahwa mereka benar-benar akan tercipta untukku dan pada akhirnya kamu berkata bahwa mereka hanya sekedar pujangga. Aku terluka Luqman, aku tersayat. Sadarkah kamu?

Atas dasar itu aku memutuskan untuk membisu, membisu dalam mencintaimu dan menikmati sayatan-sayatan cermin yang telah hancur, mereguk manis darahnya, karena ternyata aku takkan pernah bisa memutilasi rasa cintaku padamu. Aku benci Luqman tapi aku kini hanya bisa diam dan terpaksa menyetujui filosofimu bahwa diam adalah bahasa yang indah.

cukup ini saja” Jika itu memang cukup bagimu maka cukup bagiku untuk mempertanyakan apakah cinta itu telah berubah menjadi batu, batu yang dengan mudah kamu lemparkan ke laut untuk kemudian takkan pernah kembali ke darat. Toh kamu tak ingin mengetahui bukan bagaimana kabar cinta diantara kita? Membisu atau membatu?

Luqman, ini satu dari sekian banyak karena tak pernah kutemukan lagi inspirasi sesempurna dirimu.

Cirebon pada awal Juli 2009

‘Cause I miss you, body and soul so strong that it takes my breath away

And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today

‘Cause I love you, whether it’s wrong or right

And though I can’t be with you tonight

You know my heart is by your side

(If You’re Not The One – Daniel Bedingfiel)

6 thoughts on “Surat Kepada Luqman

Leave a comment